Jasa konstruksi merupakan salah satu
kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan
penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan
pembangunan nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan jasa konstruksi perlu
diatur lebih lanjut untuk mewujudkan tertib pengikatan dan penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi. Peraturan mengenai jasa konstruksi diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU No. 18/1999”) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi (“PP No.
29/2000”) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas PP No. 29/2000 (“PP
No. 59/2010”).
Dalam suatu pekerjaan konstruksi, dikenal 2 (dua) pihak, yaitu pihak
pengguna jasa dan pihak penyedia jasa. Pihak pengguna jasa dan pihak penyedia
jasa ini terikat dalam suatu hubungan kerja jasa konstruksi, dimana hubungan
kerja tersebut diatur dan dituangkan dalam suatu kontrak kerja konstruksi.
Kontrak
Kerja Konstruksi
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 18/1999, disebutkan bahwa kontrak kerja
konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pada dasarnya, kontrak kerja konstruksi dibuat secara terpisah sesuai tahapan
dalam pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk
pekerjaan perencanaan, untuk pekerjaan pelaksanaan, dan untuk pekerjaan
pengawasan.
Merujuk kepada Pasal 23 ayat (6) PP No. 29/2000, kontrak kerja
konstruksi tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Kontrak kerja
konstruksi ini juga dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal kontrak kerja
konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris (dual
language).
Berdasarkan
PP 29/2000, kontrak kerja konstruksi dibedakan berdasarkan:
- Bentuk
imbalan, yang terdiri dari lump
sum, harga satuan, biaya tambah imbalan jasa, gabungan Lump
Sum dan harga satuan, atau aliansi;
- Jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari: tahun tunggal, atau
tahun jamak;
- Cara
pembayaran hasil pekerjaan, yaitu sesuai kemajuan pekerjaan, atau secara
berkala.
Suatu
kontrak kerja konstruksi sekurang-lurangnya harus mencakup mengenai:
- Para pihak,
memuat secara jelas identitas para pihak;
- Rumusan
pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;
- Masa
pertanggungan dan/atau pemeliharaan, memuat jangka waktu pertanggungan
dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
- Tenaga ahli,
memuat ketentuan jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk
melaksanakan pekerjaan konstruksi;
- Hak dan
kewajiban, memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan
konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan
serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;
- Cara
pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam
melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;
- Cidera janji,
memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
- Penyelesaian
perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan
akibat ketidaksepakatan;
- Pemutusan
kontrak kerja konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja
konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;
- keadaan memaksa
(force majeure),
memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan
kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
- kegagalan
bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau
pengguna jasa atas kegagalan bangunan;
- Perlindungan
pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; dan
- Aspek
lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang
lingkungan.
Kontrak
kerja konstruksi juga harus memuat ketentuan tentang Hak Atas Kekayaan
Intelektual yang mencakup:
- Kepemilikan
hasil perencanaan, berdasarkan kesepakatan; dan
- Pemenuhan
kewajiban terhadap hak cipta atas hasil perencanaan yang telah dimiliki
oleh pemegang hak cipta dan hak paten yang telah dimiliki oleh pemegang
hak paten, sesuai undang-undang tentang hak cipta dan undang-undang
tentang hak paten.
Kontrak kerja konstruksi juga dapat memuat kesepakatan
para pihak tentang pemberian insentif, dimana insentif ini dapat berupa uang
atau bentuk lainnya. Yang dimaksud dengan insentif adalah penghargaan yang
diberikan kepada penyedia jasa atas prestasinya, antara lain, kemampuan
menyelesaikan pekerjaan lebih awal daripada yang diperjanjikan dengan tetap
menjaga mutu sesuai yang dipersyaratkan.